Oleh : Jhojo Rumampuk
Kisruh yang terjadi pasca Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank SulutGo (BSG) pada 9 April 2025 telah memicu gelombang kekecewaan dari para pemegang saham asal Gorontalo.
Ketidakhadiran perwakilan Gorontalo dalam jajaran direksi dan komisaris BSG menjadi sorotan utama, memunculkan pertanyaan tentang koordinasi dan komunikasi antara Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, dengan kepala daerah lainnya.
Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, secara terbuka mengkritik kurangnya koordinasi sebelum pelaksanaan RUPS.
Ia menyoroti bahwa tidak adanya perwakilan dari Gorontalo dalam struktur komisaris BSG merupakan bentuk kegagalan dalam memperjuangkan kepentingan daerah.
Sebagai perbandingan, pada masa kepemimpinan Gubernur Rusli Habibie, sebelum RUPS digelar, dilakukan pra-RUPS sebagai langkah koordinasi dengan enam kepala daerah di Gorontalo untuk membahas usulan terkait jajaran direksi BSG.
Langkah ini menunjukkan pentingnya komunikasi dan kesepakatan bersama dalam pengambilan keputusan strategis.
Namun, dalam RUPS kali ini, Gubernur Gusnar Ismail tidak melakukan langkah serupa. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa keputusan diambil tanpa melibatkan seluruh pemegang saham dari Gorontalo, bahkan muncul dugaan adanya upaya untuk memasukkan nama anak mantu Gubernur secara diam-diam ke dalam jajaran komisaris BSG.
Kondisi ini semakin diperparah dengan pernyataan juru bicara Gubernur yang menyebutkan bahwa tidak semua kepala daerah hadir dalam RUPS. Namun, alasan ini dianggap tidak sebanding dengan dampak besar dari ketiadaan perwakilan Gorontalo dalam jajaran komisaris BSG.
Sebagai pemegang saham, Provinsi Gorontalo melalui enam kabupaten/kota memiliki hak untuk menyuarakan keberatan atas keputusan yang tidak mencerminkan keterwakilan daerah.
Langkah-langkah seperti penarikan saham dan pemindahan kas daerah ke bank lain menjadi opsi yang dipertimbangkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi daerah.
Dalam situasi ini, alih-alih saling menyalahkan atau “baku balas pantun”, sebaiknya Gubernur Gorontalo mengakui adanya miss komunikasi dan mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki koordinasi dengan seluruh kepala daerah.
Transparansi dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan strategis sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan kerjasama antar pemegang saham demi kemajuan bersama.