Oleh : ABDUL BASID A. TUDA
Indopost.news – Opini. Di pelosok-pelosok desa Gorontalo, masyarakat masih hidup berdampingan dengan alam. Mereka menggantungkan hidup dari hasil ladang, sungai, dan hutan.
Tapi, mereka kini hanya bisa mengelus dada. Air sungai yang dulu jernih, kini keruh penuh limbah. Bukit yang dulu hijau, kini botak karena tambang emas ilegal. Dan ironisnya, saat warga melaporkan semua itu, Polda Gorontalo justru lebih sibuk menangkap pencuri sandal di masjid atau pemuda yang kedapatan minum minuman keras di pinggir jalan.
Apakah ini cermin wajah keadilan di tanah kita? Tajam ke bawah, tapi tumpul bahkan mati rasa saat berhadapan dengan para perusak lingkungan yang punya uang dan kuasa?
Sang Penegak Hukum Yang Sibuk Mengejar Kriminal Kecil
Setiap minggu kita bisa membaca berita tentang keberhasilan Polda Gorontalo menindak pelanggar lalu lintas, pelaku curanmor, atau operasi minuman keras. Tentu, itu semua adalah bagian dari tugas aparat yang harus dihargai. Tapi publik juga tidak bodoh. Mereka bisa membedakan antara penegakan hukum yang adil dan pencitraan belaka.
Sementara aparat giat menangkap pelaku kriminal kecil, di tempat lain penambangan emas ilegal terus menggali perut bumi tanpa ampun. Limbah tambang mengalir ke sungai, mencemari air yang dipakai ribuan warga. Hutan-hutan digunduli tanpa izin. Lahan pertanian warga tercemar. Dan sampai hari ini, tidak ada satu pun aktor besar di balik kejahatan itu yang benar-benar dibawa ke pengadilan.
Lantas, siapa sebenarnya yang dilindungi hukum? Rakyat atau perusak lingkungan?
Penjahat Lingkungan : Dilindungi atau Dipelihara?
Salah satu ironi terbesar di negeri ini adalah bagaimana pelaku kejahatan lingkungan, yang merusak bumi dan mengancam masa depan anak cucu kita, justru sulit disentuh hukum. Padahal, kejahatan mereka bukan hanya merugikan negara secara ekonomi, tapi juga memicu bencana ekologis yang menyengsarakan banyak orang.
Ada indikasi kuat bahwa banyak aktivitas tambang ilegal di Gorontalo melibatkan jaringan kuat entah itu pengusaha besar, cukong lokal, atau bahkan oknum aparat sendiri. Laporan masyarakat kerap mandek. Penyelidikan jalan di tempat. Bahkan, tak sedikit aktivis lingkungan yang justru dikriminalisasi karena bersuara.
Jika ini dibiarkan terus, jangan salahkan rakyat jika suatu hari nanti mereka memilih turun langsung karena mereka merasa negara sudah menyerah pada pemilik modal.
Keadilan yang Pilih-Pilah : Luka Batin bagi Masyarakat Gorontalo
Bagi rakyat kecil, hukum sering kali terasa seperti palu godam yang menghantam tanpa ampun. Seorang petani yang mengambil kayu bakar di hutan bisa dipenjara karena dianggap mencuri. Seorang nelayan yang menangkap ikan di wilayah konservasi bisa kena sanksi. Tapi pengusaha tambang yang merusak ekosistem dengan excavator? Aman-aman saja. Bahkan kadang diundang ke forum-forum resmi sebagai “mitra pembangunan”.
Apakah keadilan memang hanya milik mereka yang punya uang dan koneksi?
Apakah kualitas penegakan hukum di Gorontalo masih bisa diselamatkan?
Masih ada waktu untuk membenahi semua ini. Tapi itu hanya bisa terjadi jika Polda Gorontalo punya keberanian untuk menegakkan hukum secara adil, tanpa pandang bulu.
Tidak cukup hanya menggelar konferensi pers atau patroli malam. Dibutuhkan komitmen nyata untuk menyentuh akar masalah mengejar para mafia lingkungan, membuka aliran dana haram, dan memutus rantai korupsi dan kolusi yang mengikat para oknum aparat dan pelaku kejahatan.
Jangan biarkan Gorontalo menjadi wilayah yang indah di permukaan, tapi busuk di dalam karena hukum hanya tajam untuk yang lemah.
Masyarakat Gorontalo Yang Rindu Akan Sosok Sang Penegak Keadilan
Masyarakat tidak butuh aparat yang sekadar jadi penonton atau bahkan jadi “pemain” saat lingkungan mereka dihancurkan. Mereka butuh pelindung yang berpihak pada kebenaran meski itu artinya harus berhadapan dengan kekuasaan.
Jika Polda Gorontalo ingin dikenang sebagai penjaga keadilan, bukan pelindung penjahat, maka sekaranglah waktunya untuk bertindak. Tangkap para perusak lingkungan. Buka data dan prosesnya secara transparan. Buktikan bahwa hukum bukan alat politik atau bisnis, tapi alat untuk melindungi rakyat dan bumi tempat kita berpijak.
Karena kalau hukum tidak lagi adil, maka rakyatlah yang akan bertindak dan sejarah tidak akan pernah memaafkan mereka yang diam di saat keadilan diperkosa.